Dan 17 hari lagi program
sudah mau selesai. Duh rasanya….
Pelabuhan terakhir |
Negara yang terakhir
disambangi oleh kami adalah Malaysia. Tepatnya di Sabah, Kota Kinabalu.
Denger-denger sih, Nippon Maru yang membawa peserta SSEAYP ini singgah kembali
di Kota Kinabalu setelah 20 tahun yang lalu. Lumayan lama ya. Perjalanan dari
Yangon ke Kota Kinabalu memakan waktu 5 hari. Dan lagi-lagi, ada pirates watch saat perjalanan ini.
Syukur nggak kenapa-kenapa. Eh, waktu itu kami sempet juga lho singgah sebentar
di lautannya Singapura. Buat refill barang atau bahan makanan gitu. Disitu kami
stay lumayan lama dan bisa melihat Sentosa Island dari kapal. Meski kaki tak
bisa menjejakkan langkah di daratan bumi Singapura, tapi kalo bisa ngelihat
Singapura dari posisi ini aku seneng banget. Mana disitu banyak lho kapal-kapal
muatan yang berlalu lalang. Mungkin ini ya yang dibilang “jalur perdagangan
dunia”. Dan nggak kebayang nenek moyang yang seorang pelaut, yang mengarungi
samudra luas. They must be a super tough people.
Kapal yang refill mahan makanan. Di depan itu negeri Singapura |
Sekitar jam 10 pagi tanggal
5 Desember 2015, kapal sudah merapat ke Pelabuhan. Saat itu sedang
panas-panasnya. Jadi lebih seneng stay di kapal soalnya dingin. Hehehe. Hari
itu juga kami ada upacara penyambutan di pelabuhan. Satu yang paling aku ingat
saat di Malaysia adalah lagu Sayang Kinabalu yang liriknya “tinggi tinggi gunung Kinabalu, tinggi lagi sayang kamu”. Those lyrics stay in my head like
always. Dan tariannya jug amasih membekas sampe sekarang, apalagi kalau sambil dengerin lagunya:
Kota Kinabalu adalah
Port of Call terakhir. Nggak menyangka perjalanan secepat itu. 4 hari 3 malam
di Kota Kinabalu rasanya kayak angin lalu. Cepat sekali. Kami harus menyudahi
ini tanggal 8 Desember 2015. Tapi aku aku selalu berusaha menikmati setiap
momen yang terjadi disana. Stay positive made me more grateful, and happier. Di
Malaysia ini kalo aku nggak salah inget ya, sempet agak lama gitu kita mau perisapan
berlayar kembali dari Malaysia ke Jepang. Jadi bikin keluargaku nunggu lama.
Aku kepikiran aja pas sebelum ticker tip throwing, betapa panasnya diluar sana,
betapa lamanya mereka (para keluarga angkat) nungguin kami. Setelah sekian lama
nunggu, akhirnya waktu ticker tip throwing pun dimulai. Seperti biasanya, aku
milih yang warna merah. Suara gong sudah terdengar. Saatnya melempar pita.
Bersama mermaid sister-ku, seorang peserta dari Laos, kami bareng-bareng
ngelempar pita kertasnya. Huhuhu sedih banget aku rasanya. Ada Mama, Papa, 3
sodara laki-laki (yang satu masih bayi banget, baru beberapa bulan yang lalu
dia lahir ke bumi), dan satu orang adek perempuanku. Duh, sampe kudu ngelap mata yang bekaca-kaca pas nulis bagian ini.
Pita kertasku dapat ditangkap dengan baik sama sodaraku. Dan akhirnya pelan
pelan, kapal pun mulai meninggalkan pelabuhan. Pita yang awalnya kendor,
lama-lama jadi kenceng karena saling tarik, antara aku dan sodaraku, dan kapal
yang makin menjauh dari pelabuhan. Dan akhirnya, *tss” P U T U S. Ya, pita
kertasnya pun putus.
Sejak kapal mulai menjauh, aku lihat dari deck
lantai 4 mama menangis. Ketika aku liat mama disitu, yang aku ingat adalah
rumah di Kampung Kebagu. Aku cuma bisa melambaikan tangan dan tersenyum
senang-sedih-terharu-bahagia, tersenyum nano-nano kayak gado-gado. Akhirnya pun
kapal semakin menjauh, dan orang-orang di pelabuhan pun tak lagi Nampak. Di
deck itu aku ketemu sama sahabatku, namanya Rena. Kami akhirnya cuma bisa
menatap senja di lautan. Sunset saat itu tak seindah biasanya. Meninggalkan
segala kenangan dan keluarga baru di Malaysia. Orang-orang mulai masuk ke dalam
kapal. Tapi ada juga yang masih tinggal di deck. Aku dan Rena memutuskan untuk
tinggal sebentar di deck, lalu berbincang dengan tatapan menuju ke arah
matahari yang tenggelam itu. Eh kok
tiba-tiba ketemu si itu di deck. Haha. Jadi bahagia lagi.
Perjalanan pun akan
berakhir dalam beberapa hari saja. Hanya laut China Selatan yang kami lihat.
Semua air. Daratan telah pergi entah kemana. Sinyal internet sudah tak ada.
Kembali berinteraksi dengan manusia di dalam kapal. Sunset indah di laut Cina
Selatan aku pandang dengan takjub dan penuh rasa syukur. Kadang aku menikmati
sunset itu sendirian. Sambil merenung, merefleksikan diri. Kadang sambil bikin
video, kadang sambil makan dan liat sunset-nya dari ruang makan.
Suara ombak, angin yang
tak kalah kuatnya, kapal yang goyang ke kanan, ke kiri, naik, turun, menjadi
keseharian kami di hari-hari terakhir. Seasick Pill makin sering dikonsumsi,
bahkan ada juga yang sampai terbaring lemah di kamar. Aku sendiri sempet
ngerasain mabuk laut, tapi enggak sampai, maaf, muntah. Cuma perut yang nggak
bersahabat, kepala yang pusing gimana gitu, dan setiap lihat makanan bawaannya
pengen muntah aja. Tapi karena aku merasa tubuhku berhak untuk mendapatkan
makanan, aku tetap berusaha makan meskipun sedikit. Aku nggak mau menyusahkan
orang lain gara-gara nggak makan dan jadi sakit di hari-hari terakhir.
Foto bareng peserta lain negara dengan background Gunung Fuji yang tertutup awan mendung. Dingin!! |
Saat sudah memasuki
wilayah Jepang suhunya semakin dingin karena Jepang sudah mulai winter. Kami
ngelewatin Sizuoka (bener gak ya tulisannya?) juga lho sebelum ke Tokyo. Kami
tadinya mau “dipamerin” Gunung Fuji sama sang Kapten. Tapi sayangnya saat itu
lagi mendung. Jadi gunungnya, terutama puncaknya, nggak begitu keliatan. Aku
Cuma bisa memandang aja. Mau difoto bingung juga karena nggak ada keliatan itu
gunung Fuji. Kalo nanti dishare dan bilang kalo itu Gunung Fuji, nggak ada yang
percaya nanti. Hahaha.
Mendung saat Ms. Nippon Maru menepi kembali di Tokyo Harbour. And it was cold. |
Tanggal 15 Desember
2015. Sehari sebelum kami pulang. Kapal sudah menepi di Pelabuhan Internasional
Tokyo. Pelabuhan tempat kami memulai perjalanan pertama kami, dan akhirnya
harus berakhir disini pula. Cerita panjang selama mengarungi lautan ini
sebanyak ini belum dapat menggambarkan SSEAYP seutuhnya. *Ngelap air mata dulu ya.*
Dari kiri ke kanan: Rena (Japan), Happy (Vietnam), seorang petinggi di kapal tapi aku lupa nama dan posisinya apa, THE CAPTAIN, Aku, Ana (Vietnam) |
A Day Before Leaving the Ship, and Japan...... |
Aku pikir, dan banyak
orang lain yang juga mikir bahwa inlah yang membuat program pertukaran ini beda
sama program pertukaran lainnya. Kehidupan dan perjalanan di atas Kapal sungguh
istimewa. Tunggu cerita-cerita SSEAYP lainnya!