Senin, 26 Desember 2016

Lebih dari Sekadar KKN

Berada di Ilaga benar-benar sebuah perjalanan impian. Bagaimana tidak, sudah semenjak duduk di semester 5, saya mendambakan KKN diluar Jawa, terutama Papua, khususnya Ilaga, setelah diperlihatkan foto-foto di Ilaga oleh dosen yang sedang mengajar di kelas. Pada tahun 2016 ini, keputusan yang saya pilih sama sekali tidak saya sesali. Awalnya agak deg-degan juga akan berada di wilayah yang jauh dan masih zona “merah”. Mana saya seorang perempuan. Orang tua sangat khawatir tentunya. Namun dengan berbagai alasan yang saya berikan, saya bersyukur ternyata memiliki orang tua yang mendukung. Tanggal 18 Juni, berangkatlah saya beserta 24 teman-teman baru dan seorang DPL.

bersama anak Politik dan Pemerintahan 2013 (Kanan Mustika, kiri Agung)

Sebelum pemberangkatan, kelompok kami banyak bertemu dengan kelompok KKN terdahulu untuk mengetahui kondisi lapangan. Berbagai cerita, dari yang susah hingga yang senang, semua diceritakan. Dan dari situ kami mendapatkan gambaran awal tentang bagaimana berinteraksi dengan masyarakat setempat. Harapan minimal, setidaknya kami dapat membaur dengan masyarakat.

Gugup? Jelas. Bagaimana tidak, saya tidak pernah berinteraksi langsung dan intens dengan masyarakat Papua sebelumnya. Dari logat saja sudah berbeda, juga berbagai perbedaan lain antara kami dan mereka. Diawali dengan cara berjabat tangan yang sangat berbeda. Ketika bertemu masyarakat dan hanya berjabat tangan biasa, mereka berkata itu hanya seperti angin lalu. Tidak muncul rasa kedekatan antar manusia. Sering saya akhirnya mengulangi cara saya menjabat tangan, hingga akhirnya ikut terbawa budaya berjabat tangan masyarakat setempat.

“Ko pu tangan boleh” kata salah satu mama yang pernah berjabat tangan dengan saya. Senang sekali rasanya.

Selain berjabat tangan, ada pula adat masyarkat yang masih dilestarikan sampai sekarang. Yaitu bakar batu. Itu bener-bener pecah. Gimana enggak, masyarakat dari jauh sudah “bernyanyi” sebagai penanda bahwa mereka mendekat. Mereka berkumpul di lapangan luas utama Kabupaten Pundak. Bersama-sama, membawa hasil bumi dan babi yang sudah disediakan. Selama ini, saya melihat itu hanya di TV saja. Dan sangat tidak menyangka dapat menyaksikannya langsung, di tempat kejadian. Bertemu juga dengan kepala suku yang masih memakai koteka – dan akhirnya foto bareng. Saya dan beberapa kawan yang ikut menyaksikan di lapangan besar dikira seorang wartawan. Hahaha. Ohiya, saat itu dilakukan dalam rangka memperingati 8 tahun Kabupaten Puncak.


Selain itu, saya dan kawan-kawan mendapatkan kesempatan ikut prosesi bakar batu dari awal hingga akhir di Alomoni – semacam area tempat tinggal keluarga Alom. Kali ini bakar batu dilaksanakan dalam rangka mengucap syukur kepada Yang Masa Kuasa atas berkah yang diberikan dengna hasil bumi yang berhasil mereka panen. Decak kagum saya tiada henti melihat rangkaian prosesinya.

Membakar Batu


Membuat "kolam" untuk masak


This is it the "kolam"

Siapa bilang wanita itu lemah?! Ini hasil buminya

Noken + Rok = Trendy

Siap-siap di masak hasil buminya

Selain itu, saya menemukan bawa di Ilaga itu punya taste of fashion juga lho. Terutama untuk aksesoris. Dan saya kira, mereka jadi terlihat lebih trendy dengan aksesoris yang digunakan. Kalau laki-laki, mereka suka pakai penutup rambut yang dibuat dengan metode pembuatan noken – tetapi hasilnya bukan lah noken, hanya penutup rambut. Biasanya penutup rambut itu untuk laki-laki yang berambut panjang. Ada juga pakai bulu-bulu kasuari sebagai aksesoris kepala. 


Kalung juga sering digunakan, tetapi umumnya mereka membuat Kalung Anggrek dengan taring babi. Kadang ada yang memakai kalung manik-manik juga. Senengnya, saya dikasih satu kalung Anggrek dari seorang Tete (sebutan “kakek” dalam bahasa suku Damal) yang pernah ikut sosialisasi anak-anak kluster Agro. 

Noken – tas rajut ala Papua, juga termasuk jadi salah satu barang pendukung ke-trendy­-an seseorang disana. Noken dada dengan percampuran warna gelap dan cerah kayaknya sedang hits disana. Soalnya banyak banget yang saya temui itu memakai noken warna tersebut. Atau warna putih tulang dengan warna seperti hijau nyeter, dsb. Juga Noken serat kayu yang sangat mahal menjadi kebanggaan tersendiri untuk si pemakainya.

Untuk perempuan, tampil trendy engga cuma dengan aksesoris, tapi juga tatanan rambut dan pakai rok. Salah satu anak didik, Jerince namanya, punya mama yang senang “bereksperimen” model rambutnya. Dari yang macem dikelabang banyak – mereka bilangnya “anyam”, hingga model rambut cepol dua macem Chinese. Pake rok untuk keseharian juga dilakukan. Di Ilaga, perempuan-perempuannya rata-rata bisa kerajinan lho. Anak SD, udah pada pinter bikin gelang dari tali-tali nomor 9 kah, 12 kah. Juga bikin Noken Rajut – karena lebih mudah. Kalo yang agak gedean dikit, biasanya udah jago bikin noken, terutama noken dada. Fyi, ada dua macam noken di Ilaga – mungkin juga di daerah Papua yang lain?. Yaitu Noken rajut – dengan hakpen sebagai alat untuk merajutnya – dan Noken Dada – karena Noken hanya dibuat dengan tangan, dan tangan kita seperti sedang “dada” (seperti kalo kita say good bye ke teman).

Well, sepertinya aku masih kurang banyak menceritakan cultural exposure-ku karena udah agak-agak lupa. Mungkin nanti ada teman-teman KKN-ku yang lebih menjiwai cultural exposure disana, juga bikin tulisan tentang pengalamannya KKN disana. Doakan saja aku semakin rajin menulis, supaya bisa sharing-sharing lagi tentang pengalaman di Ilaga atau di tempat lain mungkin? Kita lihat saja.


Kamis, 29 September 2016

Cerita KKN #1 : Mendarat di Bumi Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua

Kamu KKN dimana?
Ilaga? Dimana e itu?
Wah, jauh banget di Papua. Berapa orang e?
Tidur gimana? Makanan gimana? Masyarakatnya gimana?

Di Ilaga, ditemukan beberapa Honai memiliki aliran listrik dari panel surya
Itu segelintir pertanyaan yang sering ditanyain sama temen-temen atau keluarga atas keputusan yang saya ambil beberapa bulan yang lalu. Keputusan itu enggak tanpa alasan yang kuat.

Tahun lalu, 2015, seharusnya saya sudah mengambil KKN. Dan waktu itu, pertama kali ingin KKN di Papua. Awalnya hanya alasan sederhana : pengen lihat selain Jawa dan yang jauh sekalian. Tetapi menjelang pendaftaran dan "rebutan" kelompok, harapan saya pupus karena terlambat dan akhirnya nggak bisa masuk kelompok KKN Papua. Terlambat karena komposisi anggota kelompok yang dari kluster soshum sudah penuh. Akhirnya sempet mengincipi masuk di tim Kei Kecil, Maluku Tenggara, namun akhirnya pun pupus juga karena mendapat amanah di organisasi kampus.

Memang kayaknya udah jalannya saya, akhirnya pun KKN pada tahun 2016 ini. Antar semester. Bersama teman-teman yang kebanyakan 2013. Awalnya sih agak gimana gitu ya, karena kan dengan adek-adek angkatan. Hahaha. Jadi KSBB sama adek angkatan juga. wk.


JPP bersatu tak bisa dikalahkan!

Di Bandara Timika bersama adek-adek :3
Harapan buat KKN di Papua masih ada. Tapi entah mengapa saya enggak mau terlalu ngongso harus ke Papua. Yang jelas saya ingin sekali KKN di luar Jawa, bahkan saya masukan dalam wish-lists 2016. Banyak pertimbangan untuk KKN di luar Jawa. Dan akhirnya memilih Papua sebagai tujuannya. Sempet juga mau daftar tim lain sih karena takutnya udah enggak diterima. Saat memilih Papua, saya juga liat-liat dulu tema KKN-nya seperti apa. Dan di Ilaga itu temanya tentang Pendidikan dan Pertanian. Wah, saya langsung merasa cocok dengan tema yang diusung. Tertarik banget dengan isu pendidikan, dan mulai tertarik juga dengan isu-isu pertanian. Cocok! Yawes saya langsung daftar aja. Setelah masuk ke tim Ilaga, saya masih diam-diam juga sama orang tua. Hehehe. Takutnya udah khawatir duluan. Fyi, Ilaga itu adalah tujuan KKN tahun 2015, karena pas itu saya udah nanya-nanya teman tentang Ilaga, tentang keadaan geografisnya dsb. Terinspirasi dari dosen saya yang memamerkan foto-foto Ilaga pas di kelas.

Lupa pas lagi di distrik mana. Yang jelas bisa lihat ilaga dari kejauhan

Orang tua sih dukung-dukung aja mau keluar jawa, asal tidak membebani. Secara, kalo KKN jauh kan butuh finansial yang memadahi juga. Akhirnya nyobain part-time di salah satu tempat makan di Jogja, kebetulan saat itu juga lagi libur semester. Biar sekali-kali ngrasain "kerja". Wekekeke. Then, is it enough? Nope. Karena kebutuhannya enggak cuma buat KKN aja. Ada kebutuhan-kebutuhan lain juga ternyata. heuheu. Akhirnya saya pun bikin usaha juga sama kakak buat tambah-tambah. Dan singkat cerita, secara finansial sudah aman.

H-1 keberangkatan, SUPER HECTIC! Packing, packing, packing. Packing barang kluster, packing barang pribadi yang sempet over tapi ternyata setelah nanya-nanya ke teman jadi aman terkendali.

Hari H. SUPER DUPER HECTIC! Pas nimbang barang-barang tim di markas DeRU, ternyata kelebihan bagasinya luar biasa! Ada yang menginisiasi untuk membongkar-bongkar supaya aman. tapi masih over banyak pake banget. Udah pada mikirin biaya kelebihan bagasi juga. Dan kemarin itu sebelum ditimbang di bandara, kelebihannya itu bisa memakan biaya sampe belasan juta rupiah! Bayangkan! Di jadwal penerbangan, kami harusnya berangkat jam setengah 9 malam apa ya. *agak lupa-lupa*. Janjian di Bandara ajm 5 sore. Pas saya sampe Bandara, beeuh, rame banget, Banyak anak-anak KKN yang juga akan berangkat. Udah macem pasar gitu ramenya. Mana hujan lagi. Pas udah pada mau masuk, masih ada beberapa anak yang belum datang juga. Bahkan ketika kita lagi nimbang-nimbang barang. Sempet cemas bangeeett karena ada 1 orang yang perannya sangat penting di tim belum kunjung datang. Astagaa. Then, last minute, dia datang. FIUH! Akhirnya lengkap juga. Dan tentang over bagasi, we're so lucky! ternyata enggak sebanyak yang kami hitung. Masih aman terkendali.

Sambil nunggu boarding, sebelum masuk boarding gate, kami duduk-duduk lesehan macem pengungsi di depan tempat nimbang barang. Hahaha. Kalo udah bareng-bareng gini, mau bertingkah macem pengungsi pun enggak malu-malu. Makan malem dulu.. setelah itu.... setelah kena delay karena cuaca yang tidak mendukung....... akhirnya tiba juga saatnya kami berangkat. Ke Ilaga, Indonesia Bagian Timur.

Rutenya:

JOGJAKARTA - BALI - TIMIKA - ILAGA

Di Bali kami transit aja, sekitar 3 jam. Setelah itu ke Timika. Seminggu sebelum berangkat, kami diminta untuk minum obat anti-malaria karena di Timika itu salah satu daerah yang rawan akan malaria. Tetapi tidak dengan di Ilaga.

Akhirnya, sekitar pukul 2-an pagi, kami berangkat ke Timika. One step closer, baby!!

Sesampainya di Timika, saya "mlipir" ke toilet dulu karea HARUS. hahaha. Tapi, ada satu hal yang mengganjal saya, karena di toilet, baik untuk toilet laki-laki maupun perempuan, disediakan alat kontrasepsi secara cuma-cuma! Tinggal ambil aja. Saya agak amaze tapi syok juga.

Anyway, setelah kami kelar ngurus barang-barang, kami dijemput oleh salah satu pegawai Sekda yang diutus dari Ilaga. Lalu kami langsung diantar ke penginapan. Satu kata untuk Timika : Panasshh. Hahaha. Sama kayak Jogja lah yaa.. Di daerah bandara, ada genangan-genangan air. Saat kami tanya ke pak Supir, beliau bilang itu kubangan bekas tambang Freeport.

Saya menginap di Timika hanya satu malam saja, karena tanggal 20 pagi harus sudah cus. Fyi, kami dapet jatah 2 kloter pesawat. Jadi, saya masuk kloter 1. Barang-barang tim sebagian kami bawa, sebagian lagi dibawa kloter 2.

Dan hari H pun tiba. Pagi-pagi jam 6an kami sudah cus ke bandara. Lumayan deket sih..
Untuk mendapatkan "tiket" pesawat perintis ke Ilaga itu cukup unik. Karena kita enggak dapet tiket macem pesawat-pesawat komersil. Tapi cepet-cepetan wak. Barang-barang ditimbang, pun dengan berat badan! Jadi untuk yang gede-gede itu harus hati-hati bangeeet. hahahah. Canda. Denger-denger sih, biaya naik pesawat dari Timika ke Ilaga itu sekitar 2,5juta cuuyyy. MAHAL BANGET! Untung ditanggung sama pemerintah kabupaten....


Saat masih di Jogja, diceritain betapa deg-deg-annya naik pesawat dari Timika ke Ilaga. Pesawatnya goyang-goyang gitu, katanya. Karena sudah membayangkan kejadian tersebut, awalnya agak takut jugaaaa. Tapi alhamdulillah, kami lancar sekali perjalanan ke Ilaga. Pesawatnya smooooth~. Kami pun enggak lupa untuk mengabadikan perjalanan udara tersebut. Gunung, lembah-lembah-lebah-lembah, banyak banget! Ijo semuaa. Saya kadang berimajinasi : kalo ada orang yang tinggal disitu terus gimana ya? Gunung dan hutan semua...

Pemandangan diatas pesawat perintis
Perjalanan memakan waktu 30 menit saja. Cuaca baik. Di bandara, banyak aparat (tentara) yang bertugas. Bandaranya hanya landasan saja dengan sedikit bangunan. Berada di ketinggian sekitar 2500 dpl. Dan dingiiiin. Enakk. hihihi. Kami dijemput oleh utusan dari Sekda denga mobil 4x4, bak terbuka. Macem adventure bangeeet. hihihi.

Satu kata mendarat di Ilaga : BERSYUKUR. Bersyukur banget di udara tadi lancar, aman, cerah.


Dan kami pun berangkat menuju mes KKN yang sudah disiapkan. Tempat dimana 25 orang akan tinggal bersama, selama 1,5 bulan lamanya...

Senin, 19 September 2016

Melompat Kembali Pada Waktu yang Lalu


Kala itu, matahari telah menghilang darinya.
Memberikan energinya pada bagian yang lain.

Kala itu, dia sedang dalam khayalan,
akan sebuah mimpi besarnya.

Namun tetiba, khayalan itu melompat jauh,
mundur.
Bukan khayalan, namun sebuah ingatan yang melaju mundur.
Seakan tertarik gravitasi.
BUM!

Seseorang telah menghilang,
dalam jarak interval mundur yang telah lalu.
Dia mengarahkan jemari mencarinya,
mencari dalam dunia dalam bayangan semu.
Menemukannya, seseorang itu.
Entah.
Semua tentang seseorang itu telah terkunci penuh,
tiada dia dapat mendapatkan sekeping pengetahuan,
tentang dia yang telah lama tertinggal di waktu yang lalu.


--
Supported by :
Everglow - Coldplay

Selasa, 07 Juni 2016

Di Kala Malam Hujan


Perkenalkan, dia adalah wanita berkepala sesak.
Sesak akan khayalan, sesak akan impian-impian besar,
sesak akan penyesalan, sesak akan kata,
sesak akan bayang-bayang.

Di kala malam hujan,
dia diam, kepala semakin sesak,
ramai riuh datang dari nurani dan bayang-bayang yang telah lalu.
Dia bergerak, membuka ruang untuk siapa saja yang mau,
mau mengisi sesaknya kepala yang hanya sebesar kepala manusia.

Bayangan, impian, kejadian, dan ambisi berputar-putar.
Merusuh segala kesesakan yang ada di dalamnya.
Tiada dia dapat berkata pada wanita lain,
bahkan pria lain, berbagi kesesakan.
Dia hanya untuknya.

Kala itu dia sendiri tanpa manusia,
hanya hujan, petir, dan perih kalbu.

Wahai engkau Sang Pilu!


Perbatasan Kota - Kabupaten,

23.04 WIB

Sabtu, 19 Maret 2016

Cerita SSEAYP #6: Tidak Keluar Kok, Hanya Meluaskan Zona Nyaman

Selama ikut program SSEAYP, hal yang sangat mengena didiriku adalah tentang Zona Nyaman. Kenapa? Karena di SSEAYP ini aku benar-benar tau rasanya melakukan hal-hal yang diluar kebisaanku, atau kalau kata orang sih keluar dari zona nyaman. Gimana enggak, lama berkecimpung di dunia olahraga membuatku cukup cuek dengan penampilan. Terutama tentang make up. Bayangin! Yang sehari-hari keringetan dan menghitam karena paparan sinar matahari harus berhadapan dengan make up. Pengalaman ini membuatku harus belajar dan berproses dengan peralatan make up. Alasanku tetap bertahan ya semata-mata untuk Indonesia. Kenapa? karena saat program aku tidak mewakili diriku sendiri, tetapi ratusan juta warga Indonesia. Ya. Mewakili ratusan juta warga negara Indonesia. Apa aku harus menyerah begitu saja dengan kebiasaanku yang sangat amat jarang bersentuhan dengan make up sedang aku menjadi perwakilan negeri? *Duh mulai abot, cah* Meski pada akhirnya aku masih belum bisa makek sendiri bulu mata palsu, tapi setidaknya kalo pake A1 aman lah..


Nggak cukup disitu. Lagi-lagi harus, kalo kata orang sih keluar dari zona nyaman.
Yaps, belajar nari. Ya, NARI, MENARI. Terakhir nari pas masih SD lho. Awalnya ngerasa badan udah kaku kayak kayu (lebay sih ini), tapi beneran deh. Namun dengan tekat yang kuat dan kekuatan menahan rasa malu karena awalnya ngerasa aneh gitu kan, akhirnya pun sikat aja.

Aku yang paling kanan pake kaos hijau

Sebelum berangkat PDT aku difasilitasi sama PCMI Jogja, yang saat itu juga sedang ngefasilitasi temen-temen USINDO, buat latian nari. Tarian anak-anak sih.. cuma untuk orang yang sangat awam dalam menari ya berharga banget latian kayak gini. Start from zero. Mungkin karena memang nggak bakat nari, yang akhirnya aku lakukan adalah "believe and make it happen" aja. Dan selalu inget kata-kata motivasi ini:

Dimana bisa nemu ini? Di DBL Arena, Surabaya. Inget banget pas lagi DBL Camp jaman SMA
AND THIS
Entah masih ada apa enggak tulisan-tulisan itu, tapi ngena banget kalo lagi dalam masa "perjuangan"

Dan... yaps.
Pas program dapet kesempatan untuk ikut nari. Nari Kecak (modifikasi), Nari Maengket dari Sulut, dan nari Kembang Jatoh. Khusus untuk yang kembang jatoh ini yang menurutku berkesan banget. Gimana enggak, tarian ini tarian khas Betawi, yang mana terdiri dari penari laki-laki dan perempuan, dan suasana dari tarian ini ceria dan centil (untuk penari perempuannya) gitu. Pas National Presentation ada 3 Laki dan 3 Perempuan yang nari, dan aku adalah salah satu dari perempuan itu. Ketika latihan, yang hampir selalu dikomentarin adalah "Fik, kurang centil". Dan saat itu juga aku merasa gagal jadi seorang wanita (LEBAY DING). Hahaha.
But the show must go on. Jadi.... aku mencoba yang terbaik yang aku bisa. Mencoba untuk menikmati pertunjukkan. Itu aja yang bisa ku lakukan dengan latihan-latihan yang udah tak lakuin sebelum hari H, yang diajarin sama si Janice, Lingce, dan Ka Quicy

Pas sebelum tampil banget nih. Deg-degan sih. Tapi ya udah lah, enjoy the show! (Lingce kiri, Fika kanan)
Kalo penasaran, bisa cek youtube DISINI

Udah gitu aja? Enggak. Masih ada 1 hal lain yang menarik untukku yang, lagi-lagi, kata orang sih berada diluar zona nyaman. Yaitu...... jadi model pas Voluntary Activity diatas kapal, Fashion Show. Awalnya dipaksa sih, karena... lupa kenapa. Pokoknya dipaksa aja. Tapi akhirnya mau.
Itu juga otodidak dan tanya sama si Akang. Otodidak karena pernah liat adek latian jalan ala-ala model gitu, dan pernah nonton Jogja Fashion Week. Jadi setidaknya tau sedikiiit tentang cara jalan ala-ala model. Dan si Akang ini kan emang Fashion Designer. Jadi pasti tau lah gaya ala-ala model kalo lagi tampil. Dia juga lho yang bikin bajunya. Pake kain-kain yang dipake buat acara exhibition pas di Jepang. Jadi untuk kontingen Indonesia diwakili oleh tiga orang: Mas Alif (Kategori Recycle), Fika (Kategori Prom Night), sama Mia (Kategori Finale). Tapi saat itu, untuk para National Leader juga ikut serta lho.

Untuk Finale, Mia berhasil jadi Juara 2. Aku nggak tau lagi sama Akang dan tim pembuat bajunya. Bisa ya bikin baju pake bahan-bahan kain.....

Juara 2, kategori Finale
Dan untuk kategori Prom Night pun juga Juara 2!!! Aku nggak ngerti lagi bentukku pas jalan tu kayak apa. Aku sih berusaha enjoy aja lah. Tapi sempet lho pas udah balik mau masuk backstage malah agak kesrimpet. Mana High Heelsnya tinggi get. Wuah. Nggak nyangka wes pokoknya! Tim make up dan hair stylist juga oke banget lho. Bunda Cuai dan Kak Laras yang akhirnya saling berkolaborasi membentuk mukaku yang sering terpapar sinar matahari jadi kayak gini:


Right after Fashion Show! Hahaha
Dari situ, akhirnya aku dan teman-teman lain yang merasakan hal yang sama (yang sama-sama merasa melakukan sesuatu diluar kebiasaan) merefleksikan sesuatu. Bahwa sesungguhnya yang aku lakukan ini bukan lah keluar dari zona nyaman. Tetapi justru dari SSEAYP ini aku belajar untuk meluaskan Zona Nyaman karena pada akhirnya aku merasa nyaman-nyaman saja melakukan hal-hal itu :) Make up? Ternyata berguna banget sekarang gegara udah sering make up-an pas di program. Nari? Well.. kalau ada kesempatan lagi dan aku diajak latian dulu sebelum tampil sih, bisa di pertimbangkan. Hahahaha :p. Cat walk? Ya.... bisa lah ya nyoba lagi XD
Atau mungkin ada hal-hal lain yang belum pernah aku lakukan sebelumnya? Atau pernah ku lakukan tapi perlu lebih dikembangkan? Jadi inget kata Cutkak (Indonesia National Leader) : Don't Limit Yourself.

Memang SSEAYP ini nggak diduga-duga. Bahkan sebelum berangkat pun aku dan banyak temen-temen lain masih nggak bisa kebayang lho kayak apa ini kegiatannya. Tapi setelah tau... ya gitu xD You'll never know if you never try. Jadi, silakan mencoba mumpung ada kesempatan ikut Seleksi PPAN! Psst, sayang untuk SSEAYP perwakilan Jogja cuma buat cowok aja untuk tahun 2016. Hehehhe



Salam,
Indonesia Participating Youth 2015
[ I - 53 ]

Selasa, 16 Februari 2016

Cerita SSEAYP #5 : Terima Kasih Dulu

Sebelum berangkat untuk The Ship for Southeast Asian and Japanese Youth Program 2015, banyak pihak lho yang ikut nge-support aku. Senang rasanya berangkat mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta, daerah sendiri, dengan didukung oleh mereka yang juga berasal dari sini :) Beberapa dari mereka berkarya dengan produk-produk handmade! Local products go International.


Terima Kasih untuk ELs Computer, 
a very recomended place to buy any Gadget inYogyakarta, Indonesia. You may visit here!



Terima Kasih untuk HS Silver,
a very recomended place to buy any silver jewelery or souvenir in the Kotagedhe, a central of silver jewelery in Yogyakarta, Indonesia. And all  the products are handmade! Check it out!



Terima Kasih untuk MadeByIcuk,
a paper quilling tecnique for any souvenir. Wedding, Graduation, Birthday, or  any souvenir for your friends or your lover because you can custom it. Psst, all the products are handmade! highly recomended :) Check their products!



Terima Kasih untuk Sentra Kerajinan Serat Alam, Tanjungharjo, Kulon Progo,
Very beautiful handmade products that came from a village in the west side of Yogyakarta, Indonesia. Those products which from the natural fiber were made by heart and it has already sold outside of Indonesia, such as Europe, US, Japan, and many more. Just a few days ago, there were order from the San Francisco. There are bags, baskets, chairs, etc. You choose. Psst, you also can custom it! So recomended for you.

Goo San and Hito San, the Admin of SSEAYP42


Terima Kasih unutk Kelompok Sekar Jatimas
An iconic Batik pattern in the north-side regency of the Special Region of Yogyakarta, Sleman, were made by the empowered women. The pattern was inspired by snake-skin-fruit's leaves that we can find it easily in Sleman. With heart and love, they create a blank cambric into this!



Terima Kasih untuk Flanello Studio,
They made a super cute cartoon figure key chain with flannel fabric. Not only Indonesia Traditional figure, but you can also make an anime figure or any other figure you want to! Check their gallery here!




Terima Kasih untuk Lells.
Here, another handmade products from Yogyakarta. A handmade pouch that you can have as a souvenir! You may see the gallery here!



Terima Kasih untuk Dzaft & Satatagama
Very nice wooden-handmade products that they have. They also make a wooden-handmade watch and also sunglasses! How cool is it, huh? Creative industry is awesome.




Terima Kasih untuk Kresna Gallery,
A woman in village that located in the west side of Yogyakarta made it! She used 2 methods to make this Batik: (1) hand-drawing in the left side and (2) hand and stamp-drawing in the right side. See? Even people in the village can produce the beautiful fabric!




Terima Kasih untuk Vis Batik,
A youthpreneur made it passionately! Wanna see their products? THIS! They make Batik into the stylish one! Wear local, go International. Let's preserve our culture!



Nggak ada yang bisa saya ucapkan kecuali ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada mereka. Mereka ini lah perwakilan para pengrajin dan pengusaha dari Yogyakarta, Indonesia. Ayo yang mau ikutan program-program pertukaran pemuda atau mahasiswa atau apapun itu, bawa hal-hal yang dapat merepresentasikan daerah kalian. Kita tunjukkan bahwa produk kita (Indonesia) nggak inovatif, menarik, dan berkualitas! #LocalProductsGoInternational #IndonesiaLocalProducts

Senin, 18 Januari 2016

Cerita SSEAYP #4 : Pengalaman Berlayar (selesai)

Dan 17 hari lagi program sudah mau selesai. Duh rasanya….

Pelabuhan terakhir
Negara yang terakhir disambangi oleh kami adalah Malaysia. Tepatnya di Sabah, Kota Kinabalu. Denger-denger sih, Nippon Maru yang membawa peserta SSEAYP ini singgah kembali di Kota Kinabalu setelah 20 tahun yang lalu. Lumayan lama ya. Perjalanan dari Yangon ke Kota Kinabalu memakan waktu 5 hari. Dan lagi-lagi, ada pirates watch saat perjalanan ini. Syukur nggak kenapa-kenapa. Eh, waktu itu kami sempet juga lho singgah sebentar di lautannya Singapura. Buat refill barang atau bahan makanan gitu. Disitu kami stay lumayan lama dan bisa melihat Sentosa Island dari kapal. Meski kaki tak bisa menjejakkan langkah di daratan bumi Singapura, tapi kalo bisa ngelihat Singapura dari posisi ini aku seneng banget. Mana disitu banyak lho kapal-kapal muatan yang berlalu lalang. Mungkin ini ya yang dibilang “jalur perdagangan dunia”. Dan nggak kebayang nenek moyang yang seorang pelaut, yang mengarungi samudra luas. They must be a super tough people.

Kapal yang refill mahan makanan. Di depan itu negeri Singapura

Sekitar jam 10 pagi tanggal 5 Desember 2015, kapal sudah merapat ke Pelabuhan. Saat itu sedang panas-panasnya. Jadi lebih seneng stay di kapal soalnya dingin. Hehehe. Hari itu juga kami ada upacara penyambutan di pelabuhan. Satu yang paling aku ingat saat di Malaysia adalah lagu Sayang Kinabalu yang liriknya “tinggi tinggi gunung Kinabalu, tinggi lagi sayang kamu”. Those lyrics stay in my head like always. Dan tariannya jug amasih membekas sampe sekarang, apalagi kalau sambil dengerin lagunya:


Kota Kinabalu adalah Port of Call terakhir. Nggak menyangka perjalanan secepat itu. 4 hari 3 malam di Kota Kinabalu rasanya kayak angin lalu. Cepat sekali. Kami harus menyudahi ini tanggal 8 Desember 2015. Tapi aku aku selalu berusaha menikmati setiap momen yang terjadi disana. Stay positive made me more grateful, and happier. Di Malaysia ini kalo aku nggak salah inget ya, sempet agak lama gitu kita mau perisapan berlayar kembali dari Malaysia ke Jepang. Jadi bikin keluargaku nunggu lama. Aku kepikiran aja pas sebelum ticker tip throwing, betapa panasnya diluar sana, betapa lamanya mereka (para keluarga angkat) nungguin kami. Setelah sekian lama nunggu, akhirnya waktu ticker tip throwing pun dimulai. Seperti biasanya, aku milih yang warna merah. Suara gong sudah terdengar. Saatnya melempar pita. Bersama mermaid sister-ku, seorang peserta dari Laos, kami bareng-bareng ngelempar pita kertasnya. Huhuhu sedih banget aku rasanya. Ada Mama, Papa, 3 sodara laki-laki (yang satu masih bayi banget, baru beberapa bulan yang lalu dia lahir ke bumi), dan satu orang adek perempuanku. Duh, sampe kudu ngelap mata yang bekaca-kaca pas nulis bagian ini. Pita kertasku dapat ditangkap dengan baik sama sodaraku. Dan akhirnya pelan pelan, kapal pun mulai meninggalkan pelabuhan. Pita yang awalnya kendor, lama-lama jadi kenceng karena saling tarik, antara aku dan sodaraku, dan kapal yang makin menjauh dari pelabuhan. Dan akhirnya, *tss” P U T U S. Ya, pita kertasnya pun putus.

Keluarga angkat di Malaysia pas lagi Open Ship

 Sejak kapal mulai menjauh, aku lihat dari deck lantai 4 mama menangis. Ketika aku liat mama disitu, yang aku ingat adalah rumah di Kampung Kebagu. Aku cuma bisa melambaikan tangan dan tersenyum senang-sedih-terharu-bahagia, tersenyum nano-nano kayak gado-gado. Akhirnya pun kapal semakin menjauh, dan orang-orang di pelabuhan pun tak lagi Nampak. Di deck itu aku ketemu sama sahabatku, namanya Rena. Kami akhirnya cuma bisa menatap senja di lautan. Sunset saat itu tak seindah biasanya. Meninggalkan segala kenangan dan keluarga baru di Malaysia. Orang-orang mulai masuk ke dalam kapal. Tapi ada juga yang masih tinggal di deck. Aku dan Rena memutuskan untuk tinggal sebentar di deck, lalu berbincang dengan tatapan menuju ke arah matahari yang tenggelam itu. Eh kok tiba-tiba ketemu si itu di deck. Haha. Jadi bahagia lagi.

Perjalanan pun akan berakhir dalam beberapa hari saja. Hanya laut China Selatan yang kami lihat. Semua air. Daratan telah pergi entah kemana. Sinyal internet sudah tak ada. Kembali berinteraksi dengan manusia di dalam kapal. Sunset indah di laut Cina Selatan aku pandang dengan takjub dan penuh rasa syukur. Kadang aku menikmati sunset itu sendirian. Sambil merenung, merefleksikan diri. Kadang sambil bikin video, kadang sambil makan dan liat sunset-nya dari ruang makan.



Suara ombak, angin yang tak kalah kuatnya, kapal yang goyang ke kanan, ke kiri, naik, turun, menjadi keseharian kami di hari-hari terakhir. Seasick Pill makin sering dikonsumsi, bahkan ada juga yang sampai terbaring lemah di kamar. Aku sendiri sempet ngerasain mabuk laut, tapi enggak sampai, maaf, muntah. Cuma perut yang nggak bersahabat, kepala yang pusing gimana gitu, dan setiap lihat makanan bawaannya pengen muntah aja. Tapi karena aku merasa tubuhku berhak untuk mendapatkan makanan, aku tetap berusaha makan meskipun sedikit. Aku nggak mau menyusahkan orang lain gara-gara nggak makan dan jadi sakit di hari-hari terakhir.
Foto bareng peserta lain negara dengan background Gunung Fuji yang tertutup awan mendung. Dingin!!
Saat sudah memasuki wilayah Jepang suhunya semakin dingin karena Jepang sudah mulai winter. Kami ngelewatin Sizuoka (bener gak ya tulisannya?) juga lho sebelum ke Tokyo. Kami tadinya mau “dipamerin” Gunung Fuji sama sang Kapten. Tapi sayangnya saat itu lagi mendung. Jadi gunungnya, terutama puncaknya, nggak begitu keliatan. Aku Cuma bisa memandang aja. Mau difoto bingung juga karena nggak ada keliatan itu gunung Fuji. Kalo nanti dishare dan bilang kalo itu Gunung Fuji, nggak ada yang percaya nanti. Hahaha.

Mendung saat Ms. Nippon Maru menepi kembali di Tokyo Harbour. And it was cold.

Tanggal 15 Desember 2015. Sehari sebelum kami pulang. Kapal sudah menepi di Pelabuhan Internasional Tokyo. Pelabuhan tempat kami memulai perjalanan pertama kami, dan akhirnya harus berakhir disini pula. Cerita panjang selama mengarungi lautan ini sebanyak ini belum dapat menggambarkan SSEAYP seutuhnya. *Ngelap air mata dulu ya.*

Dari kiri ke kanan: Rena (Japan), Happy (Vietnam), seorang petinggi di kapal tapi aku lupa nama dan posisinya apa, THE CAPTAIN, Aku, Ana (Vietnam)
A Day Before Leaving the Ship, and Japan......

Aku pikir, dan banyak orang lain yang juga mikir bahwa inlah yang membuat program pertukaran ini beda sama program pertukaran lainnya. Kehidupan dan perjalanan di atas Kapal sungguh istimewa. Tunggu cerita-cerita SSEAYP lainnya! 

Cerita SSEAYP #3 : Pengalaman Berlayar (2)

Dari Filipina ke Vietnam, perjalanannya tidak begitu jauh kok. Cuma 2 hari aja. Kami disambut meriah di pelabuhan saat kapal mulai merapat. Sambutan baik dari pemerintah setempat, yang juga mengerahkan ratusan pemuda/I untuk menjadi pendamping kami selama ada kunjungan ke lembaga maupun homestay. 5 hari kami habiskan di Ho Chi Minh City. Pengalaman asik kami temui disitu. Dari yang naik motor, kalo jalan-jalan ke berbagai tempat wisata pasti ketemu sesama peserta, sampai ada juga lho yang anak di keluarga angkatnya suka sama salah satu peserta.

Setiap mau keluar Pelabuhan, harus pake kartu ini (Landing Card)

Ini Mae-ku. Bedanya disana sama di Indonesia adalah helmnya. Kalo helm di Vietnam itu model Helm yang setengah kepala aja, kayak di Indonesia beberapa tahun yang lalu sebelum helm SNI sekarang.

Tanggal 21 November 2015, saatnya perpisahan. Dan dengan kegiatan yang sama: ticker tip throwing. Enggak tau kenapa, meninggalkan Ho Chi Minh City rasanya berat banget. Bahkan ketika pita ini menghubungkan antara aku, keluarga angkatku, dan Local Youth yang selalu menemani aku dan homestaymete aku jalan-jalan, aku nggak mau ini terputus. Apa yang aku bisa lakukan? Nggak ada. Aku Cuma bisa menangis dan melambaikan tangan ke mereka sampai aku nggak bisa lagi melihat mereka dari kapal yang menjauh. Sedih? Iya…. Tapi gimana lagi. Disitu aku merasa belum bisa mengendalikan diriku, emosiku. Padahal kami masih bisa keep in touch lho. Facebook account udah ada. Apa sebabnya? Tunggu ceritanya ya!

Adek angkatku (tengah), adek sepupu aku (kanan)

Makan bareng sekeluarga di tempat makan vegetarian

Lihat ada 2 orang pakai kaos merah? Ya, dia mae dan adekku. Samping kirinya adalah Local Youth yang menenin aku sama homestay-mate aku selama di Ho Chi Minh City. Sayang fotonya blur. Ini keadaan pas ticker tip throwing

Lelah bersedih-sedih, aku akhirnya menikmati saja apapun yang terjadi di kapal, just have fun. Perjalanan selanjutnya adalah… MYANMAR! Sebuah Negara yang aku paling nggak amu berekspektasi. Cerita dari alumni tentang Myanmar yang kurang baik membuatku, dan juga kontingen Indonesia secara keseluruhan untuk santai, relax, dan nggak usah mikir aneh-aneh. Just enjoy everything.

Perjalanan di Myanmar ini paling seru dalam arti sesungguhnya. Gimana enggak? Dalam 4  setengah hari perjalanan (setengah hari itu artinya kami nyampe di Myanmar pada sore hari. Ehehe) ada 2 hari terjadi Pirates Watch. Woops, pirates? Ya. Bajak laut. BANYANGKAN.

Jadi ceritanya di Selat Malaka itu masih cukup rawan untuk terjadi pembajakan kapal. Untuk mencegah itu, awak kapal selalu mengunci pintu-pintu menuju ke deck kapal mulai jam 9 malam hingga pagi hari. Enggak ada yang boleh keluar pas jam segitu. Kecuali dia mau kekunci sampe pagi. Aku sih ogah. Haha. Jadi jam-jam segitu ada awak kapal juga yang jaga diluar kapal. Sebelum ini terjadi, Kapten Kapal udah pernah bilang sama para peserta kalo akan dilakukan Pirates Watch. Tapi kami ditenangkan karena beliau bilang kalo dengan kapal segede dan sebanyak ini orangnya, pirates mikir-mikir juga kalau mau ngebajak. Aku sih sebenernya agak excited tapi agak waswas jgua setelah dijelasin sama Kapten. Disatu sisi kebayang aja gimana kalo beneran liat bajak laut yang masuk ke kapal, terus ngebajak kapalnya, disisi lain ngeri juga kalau kapalnya dibajak, gimana hidupku nanti. Hiiii. Syukur banget 2 hari itu berlalu dengan baik. Aman. Thank God. Thank you Captain, Thank you Ship Crews.

Sunset cantik saat merapat di Pelabuhan Yangon, Myanmar
Saat merapat di Yangon (baca: Yangong), Myanmar (Baca: Myanmaa), saat itu sudah sore. Kami disuguhi sunset cantik diatas kapal. Indah sekali rasanya. Aku pun rasanya pengen dengerin lagu-lagu galau biar suasananya dapet banget. Hahaha. Tapi, bayanganku tentang suasana galau itu nggak terjadi sesuai kenyataan karena saat itu Kontingen Indonesia sedang latian Flag Cheers dan persiapan untuk penampilan di acara penyambutan sekaligus makan malam. No Galau! Hahaha. Well, Myanmar adalah negara yang paling nggak terduga. Dan waktu homestay yang hanya 1 malam saja…. Itu rasanya sangat amat kurang.

Pada tanggal 29 November 2015, setelah 4 hari 3 malam berada di Yangon, Myanmar, saatnya perjalanan dimulai kembali. Kali ini, aku tidak melakukan ticker tip throwing karena keluargaku tidak dapat hadir di ticker tip throwing karena ada acara lain. Namun nggak masalah. Berkat keluargaku, aku merasa Myanmar memberiku kesan yang nggak kalah asik. I really want to go back to Myanmar.

In Swedagong Pagoda. I really want to go back to Myanmar!
(to be continue)